Kemarin sewaktu saya mudik, banyak banget omongan-omongan dari tante-tante mengenai PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Katanya tahun ini bikin pusing karena sistem zonasi dan selalu berubah dari tahun ke tahun. Dahulu kakaknya enggak pakai sistem ini, eh tahun ini pas si adik mau masuk sekolah pakai sistem berbeda lagi. Bikin emak-emak pasti panas dingin dan liburan jadi enggak tenang 'kan. Kasihan ~
Saya pribadi sebenarnya juga kurang paham dengan sistem PPDB sekarang. Kalau saya dahulu, sewaktu SD ke SMP menggunakan GT (General Test) dengan menuliskan 3 pilihan SMP yang diminati. Jika nilainya sesuai dengan dengan SMP yang pertama dipilih, maka akan masuk ke SMP tersebut. Jika tidak akan tergeser ke pilihan kedua atau ketiga. Alhamdulillah dulu saya masuk ke SMP yang pertama saya pilih di SMPN 19 Jakarta.
Tak ada sistem zonasi juga, padahal sewaktu kakak saya ada. SMPN 19 Jakarta berada di wilayah Kebayoran Baru sedangkan rumah saya di Kebayoran Lama. Tentu di zamannya kakak saya, dia tak akan bisa masuk ke SMPN 19 Jakarta, meski nilainya mencukupi. Tapi, sewaktu zaman saya tidak lagi menggunakan sistem zonasi tetapi hanya dilihat dari nilai GT saja. Maka, saya pun bisa bersekolah di SMPN 19 Jakarta.
Baca juga Ibu Rumah Tangga atau Ibu Bekerja?
Namun, berbeda ketika dari SMP ke SMA. Nilai UN (Ujian Nasional) yang menentukan. Semakin favorit sekolah tersebut, akan semakin tinggi nilai UN yang diminta. Zaman saya dulu nilai UN ada 3 mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Setelah tahu nilai UN dan dinyatakan lulus dengan nilai tidak ada yang dibawah 5 atau 3 (saya lupa, ampoon, wkwkwk) maka, dapat menentukan sekolah yang di mau.
Sistem ini agak ribet kalau menurut saya, karena setelah nilai UN keluar. Kita harus ke sekolah yang diinginkan untuk daftar dan memberikan 2 sekolah cadangan untuk jaga-jaga jika tidak masuk ke sekolah tersebut. Nah, ini salah satu yang membuat ibu saya pun pusing tujuh keliling sampai akhirnya liburan sekolah yang hanya 2 minggu, di buat untuk mencari sekolah. Hmm. Kaya begitu mah masuk pesantren aja kali yes atau homescholing sekalian, enggak usah masuk sekolah negeri atau sekolah favorit, wkwkwk.
Pengalaman yang saya ceritakan di atas bisa jadi terulang lagi atau bisa jadi dengan sistem yang lebih rumit. Ya, semoga saja sistem PPDB kedepannya bisa lebih baik dan lebih simpel, enggak kebanyakan proyek aneh-aneh yes. Aamiin.
Tapi, Bunda sebelumnya apakah Bunda sudah tahu sekolah yang terbaik untuk anak di mana? Enggak selalu harus masuk sekolah favorit kok untuk membuat anak semakin cerdas dan berkembang. Setiap anak pasti memiliki cara tersendiri untuk sukses dan menggapai cita-citanya. Iya kan?
Baca juga Mendidik Anak Agar Mandiri Dari Seorang Onty
Nah untuk itu, ada beberapa hal yang bisa Bunda renungkan sebelum akhirnya memilih sekolah untuk anak-anak. Berikut ini ulasannya :
1. Kenali Bakat Anak
Dulu sewaktu saya masih sekolah, ibu saya akan malu jika saya enggak dapat sekolah favorit atau tidak mendapatkan rangking di kelas. Padahal saya ini tipe anak yang enggak suka belajar, sukanya main *eh, hehe. Tapi, ya begitulah anak-anak mereka pasti punya bakat sendiri kan? Enggak semua anak harus pintar di Matematika atau di Bahasa Inggris. Jika ada salah satu yang tak disukai, pahami saja ya Bunda.
Coba semakin dikenali bakat anak, apakah dia mampu jika nanti dia bersekolah di sekolah favorit yang rata-rata anak-anaknya adalah peserta olimpiade Matematika? Tentunya ketika anak akhirnya keterima, dia akan merasa terkucilkan karena hanya dia seorang yang tak suka Matematika. Kan kasihan, ya. Kalau saya sih prefer akan memasukkan anak dengan bakatnya dan tak terlepas dari agamanya.
2. Jangan Paksa Jika Tak Sesuai Keinginan Bunda
Namanya juga orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Tapi, Bunda sudah memahami perasaan anak belum? Cobalah ada diskusi untuk menentukan sekolah anak. Anak akan merasa dihargai dan merasa bahwa opini-nya membantu untuk masa depannya kelak. Jangan paksa jika anak memiliki sesuatu yang tak berkenan di hati. Coba diskusi kembali kenapa anak tak mau bersekolah di tempat tersebut. Jika alasannya memang masuk akal, maka cobalah cari sekolah lain.
Bersabar ya Bunda. Pasti tak mudah mencari sekolah, karena dulu saya pun mengalaminya. Melihat ibu saya kesan kemari mencari sekolah yang cocok dengan nilai saya, supaya segera dapat sekolah dan tenang. Jangan pula membebani anak dengan diskusi yang memanas dan omelan. Anak akan semakin stress dan tak akan menyelesaikan masalah. Ayo, Bunda semangat!
Baca juga Resep MPASI ala Artis 'Mamah Muda' Tanah Air
3. Mencari Informasi Sekolah Jauh-Jauh Hari
Ada baiknya sudah mencari informasi banyak sekolah, baik sekolah swasta maupun negeri. Untuk apa? Jaga-jaga jika memang anak kita tak masuk sekolah yang diinginkan atau anak memang tak mau masuk sekolah yang dipilihkan. Setidaknya Bunda gerak cepat untuk mencari sekolah lain untuk anak. Supaya anak mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Carilah beberapa sekolah dari beberapa rekomendasi, supaya Bunda juga memiliki gambaran seperti apa. Selain itu, Bunda juga harus memiliki daftar sekolah yang memang sesuai dengan bakat anak karena bagaimana pun anak pasti lebih bersemangat sekolah jika sesuai dengan yang disukainya. Pasti senang dong setiap pagi melihat anak semangat sekolah dan enggak pakai drama ketika bangun pagi.
4. Tak Meremehkan Rekomendasi Anak
Terkadang anak pun juga memiliki rekomendasi sekolah yang diinginkan. Coba tanyakan jika memang ada dan coba cari tahu bersama mengenai sekolah tersebut. Jika di rasa sekolah tersebut bagus dan dapat membuat anak Bunda lebih berkembang dan semakin rajin bersekolah, kenapa tidak disekolahkan di sana saja?
Intinya tetap dampingi anak ketika dia memilih sekolahnya sendiri. Namun, jika Bunda bersikeras tak mau memasukkan anak di sekolah yang dia mau. Bunda bisa buka diskusi dan memberikan penjelasan. Sehingga anak pun merasa bahwa opininya di dengar dan tak diabaikan.
Baca juga Anak Sehat Bunda Bahagia, 6 Tips Ini Wajib Bunda Ketahui
5. Mengenali Sistem PPDB dengan Lebih Dekat
Mengenali lebih dekat mengenai sistem PPDB saat ini, sangat perlu. Supaya Bunda tak pusing ketika mencari sekolah anak. Salah satunya PPDB di Jawa Barat dan berbagai perubahannya, tentu dengan semakin mengenali hal ini, Bunda enggak akan lagi sakit kepala, ya. Intinya tetap bersabar dengan keruwetan dan perubahan PPDB di tiap tahunnya.
Bagaimana Bunda? Sudah tahu langkah apa yang akan diambil selanjutnya setelah ini? Semoga saja yang terbaik baik Bunda dan anak, ya. Aamiin. Apapun itu keputusannya, bisa diputuskan dengan cara bijak dan yang paling terpenting semua happy! Yes, that's important, hehe.
Adakah tips lain dari Bunda ketika bingung memilih sekolah anak? Diskusi aja di kolom komentar di bawah ini, yuk! Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat, ya.
Salam,
Alhamdulillah dulu SMP dan SMA di Jakarta juga ngalemin gitu dan zonasi tahun 87-90 an tapi memang ada pilihan sekolah bagus sampe yang tidak bagus. Sebenernya bagus tujuan sekarang, tapi kurang sosialisasi
ReplyDeleteAnak q baru mau daftarin anak q SMA Senin besok, mudah-mudahan berjalan lancar...
ReplyDeleteTahun depan bakal rempong dengan PPDB karena anak kelas 9 SMP
ReplyDeleteTapi aku dan suami termashk tipe yang enggak mumet dengan urusan begini. Ikuti aturan saja dan percaya bahwa semua sekolah itu hanya sarana karena yang utama adah bagaimana pendidikan dari Orang Tua
Saya Setuju bahwa milih sekolah itu yg sesuai bakat anak karena kan yg sekolah si anak bukan si emak. Hehee kita boleh merekomendasikan, Tapi biarkan anak yg memilih
ReplyDeleteKu pun lagi kepo dan galau soal PPDB ini mba. Secara anakku tahun ini naik kelas 9. Yang artinya tahun depan harus masuk SMA. Pengennya ke negeri tapi ya itu kadang suka males ribetnya.
ReplyDeleteBenar banget, rekomendasi dari anak bisa banyak berpengaruh ya. Kadang bisa lalai karena tahu perkembangan terkini dari media
ReplyDeleteanakku belum ke SMP dan tingkat ke atasnya, tapi aku udah mencoba menemani adikku ke SMK, alhamdulillah gak terlalu ribet sih. Hehehe
ReplyDeleteAku termasuk ortu yang "nyantai" urusan sekolah. Favorit atau nggak, semua kembali ke anaknya, sih. Yang penting bakat dan minat anak dipantau dari rumah.
ReplyDeleteLagi rame tentang sistem zonasi emang. Ada yg ramenya produktif (termasuk mbak Steffi yg bikin tulisan bagus ini) dan ada juga yg gak produktif: koar2 mulu ga ngasih pencerahan, hehe...
ReplyDeleteAlhamdulillah, sejak si sulung sebelum masuk SD hingga sekarang mau ke pesantren, pilihan sekolah emang kami rundingkan baik2. Pilihan terbaik untuk anak kami mungkin beda dg yg lain dan itu oke2 saja. Seperti poin no.1-nya Mbak Steffi di atas :)
Sistem pendidikan di Indonesia masih terus berbenah. Sabar saja. Yang jelas tugas ortu mah tetap, yak: jadi guru anak sepanjang waktu, dimanapun sekolahnya :)
Paling penting lagi adalah anak dan ortu ikhlas untuk sekolah tujuan jadi tidak ada yang saling menyalahkan
ReplyDeleteLangsung jleb ketika baca bagian kenali bakat anak. Kadang orangtua terlalu mentingkan ego demi menjadikan tropi atau piala dunia. Padahal setiap anak unik. Ah pandangan saya akan "faforit" menjadi berubah gegara baca tulisan ini. Terimakasih banyak mba Steffi :)
ReplyDeletekembali lagi yang paling penting adalah mencari sekolah yang memilikikan nilai samadengan visi misi keluarga y Mak, kedua jarak ketiga baru harga hehe
ReplyDeleteSaya juga harus mulai persiapan nih mencarikan sekolah anak. Udah usia 4 tahun, hampir masuk TK.
ReplyDelete