Hai, Sobat Blogger!
Merasakan sebuah kehilangan, bukan hal yang mudah bagi yang ditinggalkan. Belum lama ini saya kehilangan bapak mertua. Beliau harus meninggalkan dunia ini di usia 58 tahun. Mungkin kesedihan yang saya rasakan tak akan sama dengan kesedihan suami, ibu mertua dan adik ipar. Rasanya cobaan yang Allah berikan dari awal kami menikah hingga sekarang terus berlanjut, hingga di titik kehilangan bapak mertua.
Sebelumnya dokter juga pernah mengatakan, bisa jadi bapak terkena demensia, untuk lebih jelasnya penyakit apa itu bisa cek di blognya Kak Icha. Karena bapak tidak bisa berkomunikasi dengan baik, linglung dan pelupa. Tapi itu baru sangkaan saja, belum tentu benar jika tak diperiksa di bagian dokter saraf.
Flashback Tahun Lalu
Jika diingat-ingat tahun lalu. Tahun lalu saya juga merasakan kehilangan ponakan. Belum ada umurnya satu tahun, baru delapan bulan sudah dipanggil oleh Allah dan meninggalkan keluarga yang masih ada di dunia. Rasanya tak percaya, karena masih sekecil itu sudah menderita sakit dan bolak balik ke rumah sakit.
Aqmar rahimahullah (rahimahullah adalah sebutan untuk orang-orang yang telah tiada, artinya : semoga Allah merahmatinya), lahir di bulan Desember 2018. Hanya berbeda beberapa hari setelah saya dan suami menikah. Lahir di 36 minggu dengan caesar, dianggapnya dokter prematur karena bayi lahir terbaik itu di minggu ke 38. Makanya harus diberikan obat pematang paru-paru. Agar bayi lahir siap dan sehat. Alhamdulillah, Aqmar lahir dengan sehat dan sempurna, hanya harus diinapkan sehari di ruang NICU untuk diobservasi lebih lanjut.
Baca juga Give Yourself Time
Setelah beberapa bulan, Aqmar hidup sehat selayaknya bayi. Lincah dan banyak menyusu, cepat sekali bayi satu ini gembul. Bikin saya sebagai onty-nya kangen setiap saat. Masyaallah.
Sakitnya Aqmar berawal ketika pulang dari kampung. Aqmar yang waktu itu berumur baru 6 bulan, diajak untuk pulang kampung di Hari Raya Idul Fitri. Kita sekeluarga mengganggap biasa, karena dulu kakaknya, Arkha, juga diumur segitu diajak pulang kampung, juga aman saja tak kenapa-kenapa.
Namun, setelah pulang kampung Aqmar mengalami panas dan demam, naik turun. Sampai akhirnya dibawa ke RS Muhammadiyah. Ketika dicek trombosit dan HB-nya rendah. Jadi, Aqmar yang masih berumur 6 bulan itu harus diinfus dan tranfusi darah. Ya Allah, gak ngebayangin.
Tiga hari di RS, Aqmar boleh pulang karena hasil labnya sudah bagus. Alhamdulillah. Tapi itu tak berlangsung lama. Seminggu setelahnya, Aqmar harus masuk ke RS lagi. Setelah dicek lab, trombosit dan HB-nya rendah lagi. Dokter di RS Muhammadiyah menyarankan untuk ke RS yang memiliki dokter spesialis darah khusus anak-anak. Akhirnya, Aqmar dibawa ke RS Brawijaya.
Di RS Brawijaya Aqmar dirawat selama 3-4 hari. Setelah tranfusi darah dan diinfus. Keadaannya membaik lagi dan dibolehkan pulang. Alhamdulillah. Tapi lagi-lagi itu tak berlangsung lama. Seminggu kemudian Aqmar mengalami demam dan kembali lagi ke RS Brawijaya untuk dirawat.
Inilah terakhir kalinya Aqmar harus dirawat di RS selama sebulan lamanya dan harus masuk NICU selama seminggu, setelah itu Aqmar berpulang tepat 8 bulan dirinya hidup. Rasanya antara percaya tak percaya untuk kehilangan ponakan yang masih sangat kecil sekali.
Bayi sekecil itu didiagnosa penyakit langka bernama HLH, virus itu menyerang bagian limpa. Membuat antibodi yang seharusnya menjaga tubuhnya malah menyerangnya. Mengakibatkan darah dan trombositnya habis dihajar oleh antibodinya. Hingga hati dan paru-parunya pun ikut terserang. Aqmar meninggalkan karena gagal organ, saturasinya drop hingga 60% saja. Membuatnya susah nafas. Ya Allah, Ya Rabb.
Kehilangan yang membuat keluarga sangat terpukul dan kaget. Apalagi ibu dan bapaknya. Astaghfirullah, berharap cobaan ini selesai sampai sini saja. Tahun 2019 keluarga sangat berduka kehilangan bayi kecil itu.
Tahun Ini Berita Duka Kembali Datang
"Allah memberikan ujian karena sayang."
Ujian terus berlanjut di tahun ini. Berawal dari berita duka, bapaknya suami kakak. Bapaknya kakak ipar meninggal dalam kesendirian di rumahnya. Memang bapaknya kakar ipar memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah pasang 2 ring di jantungnya.
Beliau tinggal hanya dengan anaknya yang bungsu, karena ibunya kakak ipar sudah meninggal duluan delapan tahun lalu. Sewaktu meninggalnya, bapaknya kakak ipar hanya seorang diri di rumah karena adiknya sedang bekerja, pas banget waktu itu bukan jatahnya WFH tapi WFO.
Ketika pulang sekitar jam 9 malam, bapaknya kakak ipar sudah dalam keadaan meninggal. Ketika mendengar berita itu, sangat sedih. Karena sulitnya sakaratul maut hanya beliau sendiri yang merasakan tanpa didampingi oleh anak-anaknya.
Setelah bapaknya kakak ipar meninggal, kurang lebih sebulan setelahnya. Simbah kakung yang tinggal sendiri di kampung juga meninggal. Meninggal dalam usia sekitar 80an tahun. Sebenarnya simbah kakung tidak memiliki riwayat sakit. Beliau masih sehat dan masih sering naik motor kemana-mana. Tapi memang kematian tidak ada yang pernah tahu.
Tepat setelah 40 hari simbah kakung meninggal, bapak mertua meninggal. Tak disangka tahun ini 3 berita duka sekaligus di keluarga besar. Merasa sangat kehilangan dan sedih sekali.
Memang sebelumnya bapak mertua memiliki riwayat penyakit gula, kakinya telah diamputasi yang sebelah kiri. Tetapi setelah diamputasi di tahun 2016, beliau tidak pernah mengeluh kesakitan lagi dan merasa dirinya sangat sehat.
Di tahun ini bapak kembali drop, HB-nya rendah dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk tranfusi. Setelah tranfusi, bapak mertua kembali segar. Tapi tak berapa lama bapak kembali drop, bahkan seperti orang hilang ingatan. Hingga akhirnya dibawa ke IGD RSUD. Setelah melakukan banyak pemeriksaan, akhirnya bapak mertua divonis memiliki infeksi paru-paru.
Dari hasil lab terlihat leukosit bapak meningkat dan dari hasil CT Scan terlihat paru-paru bapak sebagian berwarna putih. Kami pun pasrah bapak masuk ruang isolasi tanpa sadarkan diri dan harus di SWAB. Karena untuk dicek apakah ini Covid-19 atau bukan. Sampai bapak meninggal, hasinya juga belum ada. Jadi, kami masih menunggu hasilnya.
Yang paling bikin sedih, bapak dikuburkan sesuai dengan protokol Covid-19. Ibu mertua tak bisa melihat dan hanya adik ipar saja yang bisa lihat, karena dia stand by di rumah sakit menunggu bapak. Suami saya pun yang langsung datang ke RS tak sempat juga melihat bapak untuk terakhir kali.
Memang ini semua sudah takdir dari Allah, di tahun ini ada 3 berita duka sekaligus mengisi hari-hari keluarga besar. Tak pernah mengira akan seperti ini. Tapi kami yang masih hidup harus sadar bahwa kematian itu pasti.
Hanya amal soleh yang nanti akan dibawa. Ini sebuah pelajaran dari Allah, agar kami sekeluarga semakin ingat akan kematian dan semakin rajin beribadah serta selalu berbuat baik tanpa henti sebagai bekal yang akan dibawa nanti.
Rasa Kehilangan Itu?
Rasanya aneh, tak enak, bikin sesak di dada dan rasanya hanya ingin menangis saja. Hati yang sebelumnya tak ada luka apa-apa, tiba-tiba penuh luka. Berasa perih dan tak nyaman. Antara percaya dan tak percaya ketika mengalami hal ini. Tapi memang begitu rasanya.
Kata orang ikhlas aja biar plong! Iya, kita semua sudah coba ikhlas. Tapi tetap saja ada sesuatu yang tak biasa. Dulu hati ini baik-baik saja, sekarang penuh luka bagaikan ditusuk-tusuk pisau. Aneh kan?
Bukan berarti tak ikhlas, bukan. Tapi memang begitu respon tubuh ketika merasakan kehilangan. Sulit sekali untuk membuat hati ini kembali seperti dulu. Memang semua itu butuh waktu, biarkan kita mengekspresikan rasa kehilangan itu dengan cara masing-masing. Hingga yang tersisa adalah keyakinan untuk menerima. Agar hati lambat laun bisa diplester tepat di luka-luka yang menganga.
Baca juga Belajar Memaklumi Kelalaian Orang Lain
Memang sangat sulit diawal. Beberapa hari berlalu, rasanya masih sulit dipercaya. Rasa perih di hati masih terasa dengan jelas. Bingung padahal sudah mencoba untuk menerima.
Beberapa minggu berlalu, mencoba untuk tak merasakan rasa perih di hati. Berusaha mengabaikan meski rasanya masih tersisa dengan jelas.
Beberapa bulan berlalu, berharap hati yang terluka ini sudah terobati meski terkadang masih ingat dengan jelas kenangan-kenangan dulu ketika bersama.
Beberapa tahun berlalu, sudah sangat tegar. Hati ini berhasil di plester dengan baik. Sesekali kangen dan menangis. Kenangan indah yang dulu tetap terasa. Berharap bahwa di akhirat nanti akan bertemu kembali dan bersama selamanya.
Agar Hati Bisa Menerima
Hati ini harus bisa menerima semua takdir yang telah Allah kehendaki. Baik itu takdir buruk maupun takdir baik. Namun, memang itu semua tak mudah. Ada banyak proses yang harus dilewati untuk bisa menerima rasa kehilangan tersebut :
1. Yakin Akan Ketentuan Allah
Untuk kita yang muslim, dari dulu kita sudah diajarkan bahwa takdir itu ada dua, baik dan buruk. Kita pun harus yakin dengan 2 ketentuan tersebut. Berita duka, musibah, ujian, masalah dan hal-hal yang tak kita inginkan itu adalah takdir yang telah Allah tentukan.
Bukan karena Allah tak sayang, tetapi untuk memberikan kita pandangan agar tak melenceng dari jalan Allah yang lurus. Bisa jadi terkadang kita sudah keenakkan dengan apa yang kita punya. Hingga lupa untuk beribadah atau bersyukur pada nikmatnya.
Allah memberikan ujian dan cobaan tersebut, agar kita kembali lagi dan kembali dekat dengannya. Begitu juga dengan kehilangan seseorang di keluarga.
Selain memang sudah waktunya rahimahullah Allah panggil. Tapi dibalik itu Allah juga ingin mengingatkan kita, bahwa kematian itu pasti. Bukankan dengan mengingat kematian kita jadi semakin dekat dengan Allah?
Selain menangisi orang yang telah tiada, baiknya kita juga menangisi diri sendiri yang penuh dengan dosa ini. Agar Allah mengampuni dan kita bisa menerima apa yang telah Allah tetapkan untuk kita.
2. Berusaha Sekuat Tenaga Ikhlas
Bagi yang selalu merawat rahimahullah saja, pasti tetap susah menerima kepergiannya. Padahal sudah jelas rahimahullah sakit. Tapi memang seperti itu, kita berharap lebih, agar Allah sembuhkan penyakitnya dan kita bisa berkumpul kembali.
Tapi Allah tahu mana yang terbaik untuk kita. Allah tahu siapa saja yang rezeki di dunianya telah habis dan sudah waktunya kembali pulang.
Kita harus selalu ingat, meski sulit untuk ikhlas dan menerima. Tapi kita harus sekuat tenaga ikhlas, agar tak melulu menyalahi takdir. Merasa kesal dengan Allah dan sampai meninggalkan ibadah. Naudzubillah min dzalik.
Semoga kita bisa ikhlas dan tak melulu merasa bersalah. Insyaallah, ini yang terbaik dari Allah untuk kita.
3. Menangislah Sepuasnya
Tak mengapa jika masih ingin menangis. Jangan ditahan. Menangislah sepuasnya, hingga hati yang terluka itu lambat laun bisa diobati kembali. Dengan menangis hati akan menjadi sangat lega. Emosi yang ada di dalam diri keluar bersama air mata.
Tak apa, menangislah. Asalkan tak meratapi terus menerus. Jika hari ini menangis, esok hari kita harus bisa menerima dan ikhlas.
4. Melakukan Hal yang Disenangi
Jika sangat sulit untuk menerima, lakukan saja hal yang disenangi. Kita perlu loh untuk istirahat sebentar untuk tak melulu menangis karena masih sulit menerima orang yang kita sayang telah pergi.
Lakukan hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Bukan bermaksud melupakan, bukan. Tapi kita juga butuh waktu untuk menerima. Dengan melakukan hal yang kita sukai, hati kita akan dipenuhi kebahagiaan lagi.
Kita pun akan sadar untuk menerima apa yang sedang terjadi sekarang. Hal ini, hanya sebagai batu loncatan agar kita tak melulu bersedih karena kehilangan.
5. Mengingat Kenangan yang Indah
Banyak kenangan yang kita punya dengan rahimahullah, salah satunya kenangan indah. Ada baiknya kita selalu mengingat kenangan indah tersebut. Jangan melulu menyalahkan diri sendiri, ketika kita merasa kurang merawat rahimahullah.
Semasa rahimahullah hidup, kita merasa banyak menyakiti hatinya. Jangan itu yang diingat, tapi ingatlah kenangan indah bersamanya. Itu akan memudahkan kita untuk menerima kehilangan dan mencoba perlahan tak menyalahkan diri sendiri.
6. Yakin, Akan Bertemu Lagi
Berdoalah agar Allah mempertemukan kita dengan orang yang kita sayang semasa di dunia. Agar Allah ridho menemukan kembali di Surga-Nya. Karena sebaik-baiknya tempat tinggal adalah akhirat.
Kita di dunia ini hanya sementara, tak lama. Jadi yakin kita juga akan mengalami kematian dan kembali bertemu di akhirat bersama keluarga. Bersabarlah dan banyaklah berdoa kepada Allah.
Baca juga Dibalik Kerasnya Seorang Ibu, Ternyata Ini Alasannya!
Rasa kehilangan yang terjadi memang tak mudah untuk diterima, rasanya sulit dan tak percaya. Apalagi yang telah terbiasa ada, sekarang harus menerima kenyataan bahwa itu tak lagi sama seperti dulu. Sangat sulit rasanya.
Namun, kita harus tahu bahwa kematian itu pasti dan kita semua pun akan meninggalkan dunia ini. Ketika kita yakin dengan ketentuannya, kita akan lebih legowo dan menerima.
Siapapun yang sedang bersedih karena kehilangan orang yang sangat dicintainya. Semoga Allah memberikan kebahagiaan terindah setelah ini. Aamiin.
Salam,
Aku jadi ikutan sedih. Kerasa gimana perasaan kak steffi. Soalnya, pas aku nulis tentang Bapak Mertuaku rahimahullahu perasaan yang muncul pun sedih banget. Apalagi beliau meninggalnya pas di tanggal 11 Januari. Sama dengan lagu yang emang aku suka karyanya Gigi Band. Alhasil, tiap tahun, karena papah rahimahullahu sudah 9 tahun. Tapi, ya tetep aja sedihnya masih.
ReplyDeleteInsya allah semoga Allah permudah menikmati proses menerima takdir yaa, kak. Semoga setelah ini, kak Steff dan keluarga bisa mengenang beliau dengan senyuman.
Sedih pasti ya mbak kehilangan orang terdekat dan tidak ada satupun yang menyangka bahwa kepulangan seseorang sangat cepat dan tak terduga. Semoga yang pergi meninggalkan dunia fana mendapatkan jalan yang lurus dan kelg. yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan Amin YRA..
ReplyDeleteAku jadi teringat 4 tahun lalu saat ayah meninggal kak..
ReplyDeleteAyah tepat di pelukan.
Beliau meninggal setelah beberapa hari kita jaga di rumah.
Rasanya ketika beliau pergi tak ada air mata. Kita berusaha biasa saja.
Namun ketika beliau dimasukkan ke kubur, barulah tangis saya pecah di pundak suami. Tanpa suara namun air mata tak terbendung rasanya..
Kak aku melakukan yang no 4 Waktu Almarhum bapak dulu meninggal kak aku menjadi satu-satunya orang yang harus kuat. Penopang ibu dan adik-adik. Menguatkan mereka, aslinya aku rapuh juga kak, sebagai anak satu-satunya cewek yang paling disayang pasti aku lebih kehilangan dari siapapun tapi dipaksa pura-pura kuat itu menyesakkan. Jadi ada satu waktu selepas dari kubur kukunci pintu kamar lalu mandi nyalain air keran, nyalain kipas angin, ac pokoknya biar tangisanku nggak kedengaran diluar. Sejam nangis sepuasnya lalu tertidur setengah jam, setelah itu hati memang agak lega. Kembali keluar kamar menyambut saudara yang terus berdatangan. Awalnya sebal, tamu nggak ada habisnya. Kalau boleh memilih aku memilih suasana tenang, diam, sendiri. Tapi makin kesini sadar saudara yang datang karena sayang dan hormat sama Almarhum dan mereka sayang kami juga.
ReplyDeleteKak steffi aku ikut merasakan kesedihannya kak, selalu ikhlas dan tabah dalam menerima takdir Allah ya kak.
ReplyDeleteAllahummaghfirlahuma mba untuk bapak mertua, bapaknya kakak ipar mba Steffi dan Aqmar..semoga keluarga tabah menjalani. Jadi ikut sedih mba
ReplyDeleteSemua yg telah panggil Allah diikhlaskan ya kak. Semoga mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Dan semoga dipertemukan dan dikumpulkan bersama di surgaNya.
ReplyDeleteRasa kehilangan itu berat banget dan kadang kita sebagai manusia tidak sanggup menjalaninya jika tidak berserah kepada sang pencipta, yang kuat ya sista
ReplyDeleteAkupun pernah merasakan kehilangan yang amat berat mbak. Nenek kesayanganku. Rumah kami jarak jauh. Mau menjenguk ditunda mulu karena ekonomi waktu itu agak susah. Pengen kalau datang ada yang dibawa. Pengen buat puding untuk beliau. Tapi gak keturutan dia udah meninggalkan kami duluan. Aku nyesal sudah menunda sebuah kebaikan.
ReplyDeleteinnalillahiwainnailaihirojiun ... Mbak Steffi bisa menceritakan ini dengan baik ya di blog, aku baca pun ikut gerimis bacanya. Kematian memang jadi pengingat kita yang masih hidup, bagaimana mempersiapkan bekal sebelum berpulang...
ReplyDeleteTak terasa air mata jatuh membaca tulisan ini, teringat adik yang baru 2minggu meninggalkan kami semua
ReplyDeleteBapak syaa juga udh meninggal 20 tahun lalu. Kalau ingat kenangan indah bersama beliau, walau udh 20tahun tetap saja sedih dan nangis deh
ReplyDeleteKuat ya, Kak. Cobaan dan ujian katanya adalah langkah yg harus dilalui sebelum derajat kita dinaikkan Allah
ReplyDeleteMasyaa Allah, yg namanya kehilangan pasti akan terasa sedihnya, sama kayak saya waktu kehilangan almarhum bapak, mana saya dan suami diperantauan, tapi untungnya masih bisa melihat jasad bapak tepat di liang lahat 😢ðŸ˜ðŸ˜. Smg yg ditinggalkan selalu diberi kesabaran
ReplyDeleteYaa Allah Mbak Septi. Berat banget unian kalian. Semoga Allah beri kekuatan ya buat seluruh keluarga ynag ditinggalkan, dan mereka yang berpulang, peroleh tempat mulia di sisi Allah.
ReplyDeleteAamiin..
DeleteJangankan kak Steffi ya..
Saya aja yang kehilangan ayah hampir 5 tahun masih merasa beliau masih ada.
Kakak dari ibu saya baru aja meninggal... meskipun kami tidak terlalu dekat... demi melihat ibu saya sedih kehilangan kakaknya saya ikuta merasakan kesedihan itu . .
ReplyDeleteHalo Kak Steffi, saya baru pertama kali mampir kesini. Terimakasih Mbak telah berbagi dan sudah kuat menghadapinya. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan-kebaikan lain ya Mbak. Semoga ada hikmah dibalik itu.
ReplyDeleteSalam kenal ya Mbak :)
Betul kata pepatah kehilangan orang yang paling dekat ibarat kehilangan separuh nafas ya kak.. semoga kak Steffi tabah dan tegar ya ..Tuhan pasti mempunyai rencana yang lebih baik Amin YRA
ReplyDelete